Bahas Penyelundupan Manusia, Pejabat Mancanegara ke Jakarta

Ilustrasi kapal manusia perahu
Sumber :
  • REUTERS
VIVAnews
Man Utd Incar Penyerang Tua yang Bela Real Madrid
- Pemerintah Indonesia akan menggelar sebuah lokakarya internasional untuk menangani masalah penyelundupan dan perdagangan manusia pada tanggal 21-22 April 2014. Acara tersebut akan dibuka oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Gedung Pancasila, Kemenlu.

Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi

Demikian ungkap Direktur Jenderal Multilateral, Hasan Kleib, saat memberikan keterangan pers di ruang Palapa, Kemenlu pada Kamis, 17 April 2014. Dalam lokakarya itu, Indonesia turut mengundang 13 negara lainnya, termasuk Australia.
Polisi Sebut Kecelakaan Beruntun di GT Halim Libatkan 9 Kendaraan


"Pertemuan ini akan dilakukan di tingkatan pejabat tinggi senior, pejabat tinggi dan pejabat ahli. Nantinya, setiap negara akan mengirimkan satu perwakilan dari Kemenlu masing-masing dan satu pakar dari kementerian teknis terkait," lanjut mantan Dubes RI untuk PBB itu.

Selain Australia, 12 negara lain yang diundang yakni Afganistan, Bangladesh, Filipina, Iran, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Selandia Baru, Srilanka, dan Thailand. Menurut Kleib, 14 negara ini termasuk Indonesia, merupakan negara-negara yang merasakan dampak langsung dari kejahatan trans nasional ini.


"Negara-negara ini juga hadir dalam pertemuan serupa tahun 2013 dan ada yang menjadi anggota konferensi penanganan penyelundupan manusia Bali Process," kata Kleib.


Selain ke-14 negara tadi, juga akan ada dua organisasi internasional yakni badan PBB untuk penanganan pengungsi, UNHCR dan organisasi penanganan migran, IOM.


"Namun, kami juga menerima permintaan khusus dari Irak sebagai pemantau, mengingat kini banyak warga Irak yang mulai masuk ke dalam lingkaran penyelundupan manusia," imbuh Kleib. Di dalam lokakarya yang diselenggarakan selama dua hari itu, akan digelar suatu program skenario yakni table-top exercise untuk menguji topik-topik menggunakan rencana fiktif.


"Jadi, misalnya kami akan membahas bagaimana cara penanganan dari negara A, lalu transit di negara B, dan menuju ke negara C. Bagaimana sebaiknya pola kerjasama di antara negara-negara tersebut," papar Kleib.


Lalu, lanjut Kleib, akan ada beberapa ahli yang turut diundang untuk membahas dari segi hukum. Beberapa pakar yang sudah memastikan diri hadir di antaranya Guru Besar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana dan pakar hukum internasional dari Universitas Queen Mary, London, Violetta Moreno Lax. Dari lokakarya ini, diharapkan bisa menghasilkan suatu rekomendasi praktis dan panduan untuk mengedepankan aspek perlindungan.


Gandeng Australia

Kleib menegaskan dua hal mengenai lokakarya ini. Satu, lokakarya ini tidak akan menggantikan pertemuan Bali Process yang digelar tiap dua tahun sekali. Kedua, pertemuan ini kendati dihadiri oleh pejabat tinggi Australia, namun semata-mata tidak akan membahas kepentingan dua negara saja.


"Ini merupakan pertemuan dengan 13 negara lainnya. Walaupun Presiden SBY telah memberhentikan sementara koordinasi patroli bersama, tetapi Indonesia dan Australia akan tetap menjadi ketua bersama dalam konferensi Bali Process," ujar Kleib.


Selain itu, Indonesia tidak akan membiarkan para penyelundup bisa menyeberang ke Australia.


"Kami yang terdiri dari aparat keamanan baik di Jakarta dan di daerah tentu bekerja sama untuk mengatasi dan menangkap mereka yang melanggar aturan keimigrasian. Kami terus memantau hal itu karena terjadi di Indonesia," kata dia.


Namun, apabila mereka tetap bisa lolos karena di luar kekuasaan Indonesia, lanjut Kleib, RI berharap penanganan ketat serupa juga dilakukan oleh Australia.  "Caranya, menjalin kerjasama dengan UNHCR dan IOM," kata dia.


Sebelumnya, pertemuan serupa juga digelar pada 20 Agustus 2013. Pertemuan tahun lalu dihadiri oleh Menlu dari 14 negara dan menghasilkan sebuah kesepakatan untuk melawan tindak kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia bernama Deklarasi Jakarta.


"Kendati tidak mengikat secara hukum, paling tidak deklarasi ini memiliki ikatan moral di antara negara pesertanya," kata Kleib. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya