Pakai Kata ‘Allah’, Ratusan Injil Disita Polisi Malaysia

Alkitab mini yang dibaca dengan kaca pembesar
Sumber :
  • Antara/ Arief Priyono
VIVAnews
Airlangga Dapat Dukungan Satkar Ulama jadi Ketum Golkar Lagi, Didoakan Menang Aklamasi
– Otoritas Islam Malaysia, Kamis 2 Januari 2014, menyita ratusan kitab suci Injil dari sebuah kelompok Kristen dan menahan presiden komunitas itu, Lee Min Choon, bersama seorang rekannya, Sinclair Wong. Injil-Injil itu disita karena menggunakan kata ‘Allah’ di dalamnya.

Sengketa Pilpres Dinilai Jadi Pembelajaran, Saatnya Prabowo-Gibran Ayomi Semua Masyarakat

Laman
Mengganas di Piala Asia, Timnas Indonesia U-23 Jadi Perbincangan di Qatar
Al Arabiya melansir, pejabat tinggi dari negara bagian Selangor yang berlokasi di samping Kuala Lumpur menyita 16 kotak berisi lebih dari 300 Injil dari Masyarakat Alkitab Malaysia.

Sementara Lee Min Choon dan Sinclair Wong ditahan dengan alasan melanggar hukum Selangor yang melarang penggunaan kata ‘Allah’ karena merujuk kepada Tuhan umat Islam.


Padahal, menurut Lee, ratusan Injil itu diimpor dari Indonesia yang sebagian warganya juga berbicara dalam Bahasa Melayu. Dalam Injil impor itu, kata ‘Allah’ memang tertulis jelas.


Channel News Asia
melaporkan, Lee mengatakan penggunaan kata Allah untuk menggambarkan Tuhan mereka sesungguhnya telah diizinkan dalam sebuah kesepakatan tahun 2011. Kesepakatan itu diteken di antara komunitasnya dengan pemerintah pusat Malaysia di Putrajaya.


“Kami telah menggunakan Injil sejak komunitas ini berdiri pada tahun 1985, bahkan jauh sebelum itu. Ini merupakan kali pertama kami dirazia,” kata Lee kepada media.


Saat ini Lee dan rekannya sudah dibebaskan dari tahanan polisi. Namun mereka dikenai wajib lapor kepada otoritas religi di negara bagian Selangor untuk membantu proses investigasi.


Masyarakat Alkitab Malaysia akan mengajukan tuntutan hukum terkait aksi razia itu. Dewan Rakyat Gereja Malaysia pun menyayangkan aksi otoritas religi Islam di Selangor yang terlibat tindak razia. Menurut mereka, petugas otoritas religi tak memiliki kewenangan untuk menahan non-Muslim.


Khawatir salah paham


Konflik penggunaan kata ‘Allah’ oleh non-Muslim muncul di awal tahun 2009. Saat itu Kementerian Dalam Negeri Malaysia mengancam akan mencabut izin penerbitan media mingguan umat Katolik di Malaysia, Herald, karena menggunakan kata tersebut di dalam koran mereka.


Menurut pejabat yang berwenang, penggunaan kata Allah dalam literatur non-Muslim dapat mengundang kesalahpahaman di kalangan umat Islam. Bagi sebagian kalangan, penggunaan kata Allah oleh umat lain bisa disalahartikan sebagai upaya membujuk Muslim masuk ke agama lain.


Gereja Katolik keberatan dengan aturan itu, lantas menuntut ke pengadilan dan mengklaim larangan tersebut telah melanggar hak konstitusional mereka.


Hasil sidang pengadilan kemudian memperkuat pernyataan Gereja Katolik di tahun 2010 dan memutuskan mencabut larangan penggunaan kata Allah bagi non-Muslim. Namun pencabutan larangan itu malah memicu berbagai serangan ke tempat-tempat ibadah, terutama gereja.


Warga menyerang gereja dengan bom molotov, batu, cat, sehingga menimbulkan ketakutan luar biasa bagi masyarakat yang khawatir konflik religi itu akan meluas. Pengadilan Tinggi kemudian membatalkan putusan pengadilan sebelumnya pada Oktober 2013.


Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Mohamed Apandi Ali, Pengadilan Tinggi secara tegas melarang penggunaan kata Allah untuk non-Muslim. “Penggunaan kata Allah bukan bagian integral dari keyakinan Kristen. Penggunaan kata itu akan membingungkan warga,” kata dia.


Untuk diketahui, umat Islam di Malaysia berjumlah sekitar 60 persen dari total 28 juta penduduknya. Sementara umat Kristen berjumlah 9 persen.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya