Lima Fakta Penting Soal Korea Utara

Warga Korut memberikan karangan bunga di depan foto Kim Jong-il
Sumber :
  • REUTERS/Kyodo

VIVAnews - Ketegangan antara Korea Utara dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat, diketahui semakin memanas. Menurut kantor berita Korsel, Yonhap, minggu lalu Korut dilaporkan telah menyiapkan dua rudal yang siap diluncurkan.

Mereka juga mengancam akan mengaktifkan kembali reaktor nuklir yang sebelumnya pernah dimatikan lima tahun lalu. Presiden Kim Jong-un pun telah memerintahkan roket untuk disiapkan menyerang pangkalan militer AS yang berada di Samudera Pasifik.

Kendati begitu, Korut tetap menjadi negara tertutup terhadap dunia. Situs Live Science mengungkapkan lima fakta yang harus diketahui soal Korut:

1. Negara Tertutup
Sejak berpisah dengan Korsel tahun 1948, pemimpin pertama Korut Kim Il-sung menerapkan kebijakan "mandiri" yang berarti negara itu menjadi negara tertutup secara diplomatik dan ekonomi dari dunia luar.

Dengan prinsip "Juche" atau "penguasaan diri", Kim Il-sung mencekoki rakyatnya dengan paham ketergantungan pada diri sendiri. Dengan filosofi ini, Kim mendorong Korut mandiri di bidang politik, ekonomi dan militer.

2. Percaya Mistis
Untuk mendapatkan kepercayaan dan kesetiaan rakyatnya, pemerintahan Korut menanamkan pemahaman mistis dalam benak mereka sedari kecil. Kim Il-sung disebut sebagai "matahari-nya Korea". Dia juga dikatakan punya kekuatan super untuk mengendalikan cuaca.

Sementara penerusnya, Kim Jong-il disebut sebagai "anugerah dari surga". Saat kematiannya tahun lalu, dikatakan bahwa saat itu langit gunung Paektu bersinar merah karena ikut berduka dan merasa kehilangan.

Putra Kim Jong-il sendiri mendapat julukan "putra yang terlahir dari surga".

Respon Han So Hee Soal Reaksi Hyeri: Memang Lucu Pacaran Setelah Putus?

3. Penjara Negara
Salah satu andalan Korut dalam mengendalikan rakyatnya adalah penjara negara. Sekitar 154 ribu rakyat Korut yang dianggap pembangkang. Terdapat enam kamp penjara yang dikelilingi pagar listrik di negara tersebut.

Dua di antara enam kamp digunakan untuk rehabilitasi dan hanya di kamp ini tahanan punya kesempatan bebas. Shin Dong-hyuk, satu-satunya napi yang berhasil bebas dari sana, mengatakan fakta yang mengejutkan.

Kepada penulis buku "Escape from Camp 14: one man's remarkable odyssey from North Korea to freedom in the west", Dong-hyuk mengisahkan sebagian besar napi di sana dipenjara seumur hidup.

Dirinya pun lahir dan besar di penjara. Selain itu dia juga mengatakan kehidupan di dalam penjara penuh dengan penyiksaan, kerja paksa, eksekusi mati dan penyakit kekurangan gizi. Data Badan Amnesti Internasional di tahun 2011 menyebutkan, 40 persen napi di penjara nasional tewas akibat kekurangan gizi.

4. Terisolasi dari Dunia Luar
Aksi Korut yang sengaja menutup diri dari dunia luar menyebabkannya sulit untuk membayangkan hidup di negara komunis itu. Dalam buku berjudul "Nothing to Envy: ordinary lives in North Korea", jurnalis Barbara Demick, memaparkan hasil wawancaranya dengan salah satu warga Korut yang berhasil kabur menuju Korsel.

Mereka menjelaskan hubungan masyarakat terikat oleh hubungan keluarga dan dibanjiri propaganda. Sebagai contoh selama wabah kelaparan yang melanda tahun 1990, orang tua dan kakek nenek lebih memilih kelaparan demi menghemat jatah makanan bagi anak-anak mereka.

Wawancara lainnya yang dilakukan oleh wartawan New York Times bahkan menyebut warga Korut baru mengetahui dunia luar dari kepingan DVD yang diselundupkan dari Korsel. Namun baru-baru ini, para jurnalis yang mengunjungi Korut mengatakan sudah ada jaringan komunikasi 3G sehingga semakin memudahkan melaporkan kehidupan sehari-hari warga sana.

5. Sulit Adaptasi
Dengan keterbatasan akses yang diperoleh rakyat Korut mengakibatkan mereka sulit beradaptasi dengan dunia luar. Banyak dari mereka menjadi paranoid, karena di negaranya, mereka dapat ditangkap begitu saja oleh polisi hanya karena mengatakan hal yang salah.

Pendidikan di Korut pun tidak terlalu berguna. Menurut kepala sekolah asrama bagi pengungsi Korut, Gwak Jong-moon, hal itu disebabkan mereka sudah tidak dapat lagi berpikir akibat kurangnya asupan gizi.

"Ketika Anda lapar, maka Anda tidak mungkin dapat belajar atau mengajar dengan baik. Banyak siswa kami yang bersembunyi di China selama bertahun-tahun tanpa akses pendidikan," ujar Jong-moon.

Bahkan diduga tingkat bunuh diri di kamp pengungsi di Korut lebih tinggi dua kali lipat ketimbang yang terjadi di Korsel.

Ketua Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan (TPDK) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis

Todung Mulya Lubis Ungkap Alasan Sri Mulyani Hingga Risma Dihadiri di Sidang MK

Ketua Tim Hukum pasangan calon Presiden Ganjar Pranowo dan calon Wakil Presiden Mahfud MD, Todung Mulya Lubis mengungkap alasan Risma hingga Sri Mulyani dihadiri di MK.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024