- REUTERS/Rauf Maltas/Anadolu Agency
VIVAnews - Pemerintah Turki menganggap serangan mortir Suriah yang menewaskan lima warga Turki sebagai tindakan yang agresif. Untuk itu, parlemen Turki tengah membahas perlunya mengirimkan pasukan hingga keluar perbatasan.
Diberitakan Reuters, Kamis 4 Oktober 2012, sebelumnya pemerintahan Perdana Menteri Tayyip Erdogan mengirimkan memorandum kepada parlemen meminta persetujuan parlemen untuk menurunkan pasukan hingga ke wilayah Suriah.
Penasehat Erdogan, Ibrahim Kali, mengatakan bahwa pasukan yang diturunkan hanya bertujuan untuk mengamankan perbatasan. Di akun Twitternya, Kalil mengatakan bahwa Turki tidak berniat memicu perang dengan Suriah. Dia menegaskan, walaupun kedua negara saling tembak, namun hubungan politik dan diplomatik masih terus berlanjut.
Sementara itu, pasukan artileri Turki masih terus membombardir wilayah Suriah pada Kamis pagi ini. Serangan Turki mengenai distrik Tel Abyad, sekitar 10 km dari perbatasan. Menurut kelompok oposisi Suriah, serangan Turki ke Suriah menewaskan beberapa tentara di pangkalan militer Rasm al-Ghazal, selatan Tel Abyad.
Tembakan Mortir
Serangan Turki ini sebagai balasan atas tembakan mortir yang diluncurkan dari Suriah. Mortir itu jatuh di pemukiman penduduk di distrik Ackakale, menewaskan dua wanita dan tiga anak-anak. Sebelumnya, warga di wilayah ini memang dikecam ketakutan lantasan bom dan peluru yang nyasar ke rumah mereka dari Suriah.
"Kami tidak bisa tidur di rumah kami sendiri selama 15 hari. Kami harus tidur di rumah saudara yang jauh dari perbatasan. Tidak aman tinggal di dekat perbatasan," kata Hadi Celik, 42, ayah lima anak di Ackakale.
Diplomat Turki telah membawa masalah ini ke Dewan Keamanan PBB dan NATO untuk ditindaklanjuti.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan serangan Suriah ke Turki "menunjukkan bahwa konflik Suriah mengancam tidak hanya keamanan rakyat Suriah, tapi juga membahayakan negara tetangga." (ren)