- REUTERS/Valentin Flauraud
VIVAnews - Tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi mendapat teguran keras dari pemerintah Myanmar. Bukan tentang lawatannya ke luar negeri atau kampanye pilpres yang dilakukannya, melainkan cara Suu Kyi menyebut negaranya.
"Suu Kyi harus berhenti menyebut negaranya sebagai Burma. Dia harus menggantinya dengan nama yang ditetapkan secara konstitusional, yaitu Republik Persatuan Myanmar," kata pihak berwenang Myanmar, diberitakan harian Washington Post Jumat 29 Juni 2012. Tidak diketahui apakah ada konsekuensi secara hukum terkait penamaan ini.
Meski Suu Kyi belum bicara soal teguran itu, pihaknya telah memberikan tanggapan. "Menyebut negara kami sebagai Burma bukan tanda tidak menghormati konstitusi," kata juru bicara partai Suu Kyi, Nyan Win.
Perubahan nama negara dari Burma menjadi Myanmar diberlakukan sejak junta militer berkuasa pada 1989. Alasannya, Myanmar lebih melambangkan keragaman etnis, sementara Burma lebih merujuk pada etnis mayoritas.
Namun, kelompok oposisi dan negara asing lebih memilih menggunakan nama Burma sebagai tanda menentang pemerintahan junta militer yang jauh dari demokratis. Dalam bahasa resmi Myanmar, negara disebut sebagai 'Myanmar', sementara penduduknya disebut 'rakyat Myanmar'.
Sebelumnya, dalam pidatonya di parlemen Inggris pada Kamis, 22 Juni 2012 lalu Suu Kyi menyebut negaranya dengan Burma.
"Kami memiliki kesempatan untuk membangun demokrasi sejati di Burma. Ini adalah kesempatan yang telah kami nantikan selama puluhan tahun," kata Suu Kyi di mimbar yang sama tempat Nelson Mandela dan Barack Obama pernah berpidato.
Inggris, sebelumnya Thailand, adalah dua negara pertama yang dikunjungi Suu Kyi setelah bebas penjara rumah. Di negerinya, ia menjalani 15 dari 22 tahun terkurung di rumahnya. Hukuman ini diberikan karena Suu Kyi dinilai mengancam pemerintahan junta dengan mempromosikan demokrasi. (umi)