Kebutaan Mengancam Pelajar Asia Tenggara

Delegasi pelajar Indonesia di China
Sumber :
  • http://putriejrs.blogspot.com

VIVAnews - Kota-kota besar Asia menghadapi masalah besar. Sekitar 90 persen pelajar yang meninggalkan bangku sekolah ketahuan menderita miopia atau rabun jauh. 

Airlangga Dapat Dukungan Satkar Ulama jadi Ketum Golkar Lagi, Didoakan Menang Aklamasi

Para peneliti mengungkapkan penyebab utama melonjaknya kasus itu adalah jam belajar yang kian tinggi serta kekurangan waktu beraktivitas di luar ruangan. 

Menurut para peneliti, demikian laman BBC melaporkan, sekitar satu dari lima pelajar itu bisa mengalami gangguan penglihatan secara permanen atau malah kebutaan. 

Sengketa Pilpres Dinilai Jadi Pembelajaran, Saatnya Prabowo-Gibran Ayomi Semua Masyarakat

Menurut Profesor Ian Morgan, kepala penelitian yang berasal dari Australian National University, awalnya persentase jumlah penderita miopia di Asia Tenggara mencapai 20-30 persen. 

"Sesuatu yang luar biasa tengah dialami oleh dua generasi terakhir penduduk Asia timur," ujarnya.  

Mengganas di Piala Asia, Timnas Indonesia U-23 Jadi Perbincangan di Qatar

"Dulu, sekitar 20 persen dari jumlah penduduknya mengalami gangguan ini. Lantas, angka itu bergeser menjadi 80 persen. Kini, angka telah menyentuh 90 persen," katanya. 

Ahli mata menyatakan penderita miopia hanya punya jarak pandang layak sejauh 2 meter. Memanjangnya sumbu bola mata yang terjadi ketika seseorang dalam usia muda merupakan penyebabnya. 

Menurut penelitian itu, kombinasi dua faktor menguatkan terjadinya gangguan: komitmen pada proses belajar, dan kekurangan cahaya dari luar. 

Profesor Morgan beralasan bahwa banyak anak di Asia Tenggara menghabiskan sebagian besar waktu untuk belajar di sekolah dan mengerjakan pekerjaan rumah. Aktivitas itu memberi tekanan besar pada mata. Namun, jika mata terkena terang matahari selama dua-tiga jam per hari, gangguan itu bisa dicegah. 

Dopamine ditengarai memainkan peranan besar. Paparan terhadap cahaya matahari menaikkan level dopamine pada mata, hal yang dapat mencegah memanjangnya sumbu bola mata. 

Selain itu, kebiasaan tidur siang di banyak negara Asia Tenggara membuat anak-anak kehilangan waktu terpapar matahari. 

"Akibat dari tekanan belajar yang tinggi, serta kebiasaan yang diterapkan pada anak, banyak waktu bermain di luar ruangan menjadi terbuang," ujarnya. 

Bukti bahwa cahaya matahari berpengaruh besar pada mata disodorkan oleh Kathryn Saunders dari University of Ulster, Inggris, yang membandingkan tingkat rabun jauh bocah di Australia dan Irlandia Utara. 

"Anak-anak berkulit putih di Inggris cenderung lebih peka terhadap miopia daripada anak kulit putih dari Australia," ujarnya. "Sepertinya ini berkaitan dengan efek pelindung dari naiknya tingkat paparan terhadap teriknya matahari di Australia." 

"Penelitian lebih mendalam harus dilakukan. Tapi saya kira kita harus mendorong anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di luar," ia mengatakan. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya