Laporan dari Taiwan

Rahasia Taiwan Jadi Negara “Hi-Tech”

Iconia, tablet Windows 7 besutan Acer
Sumber :
  • CNet

VIVAnews  –  Tak ada kedutaan besar. Kehadiran Taiwan di Indonesia diwakili Kantor Perwakilan dan Perdagangan Taiwan (TETO) dan tak ketinggalan produk teknologi mereka, di antaranya: Acer, Asus, HTC, D-Link, dan BenQ.

Dekat dengan Banyak Wanita, Billy Syahputra Gerah Sering Dijodohkan

Untuk menjadi salah satu negara maju dalam bidang ekonomi dan teknologi, tentu saja tak semudah membalik telapak tangan. Cheryl Tseng,  Direktur Jenderal Departmen Perencanaan Ekonomi mengatakan, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui Taiwan.

Diawali pasca perang tahun 1946-1952. Kala itu Taiwan melakukan rekonstruksi ekonomi. “Pada 1953, kami memiliki perencanaan pembangunan ekonomi empat tahunan,” kata dia di depan peserta Taiwan Study Camp for Future Leaders, Kamis 17 November 2011. Kata kunci dari perencanaan ini adalah holistik, kontinyu, konsisten, dan berorientasi global. “Kami punya tujuan, meski sangat sulit untuk menebak apa yang akan terjadi,” kata dia.

Caleg Demokrat Fathi Lolos ke Senayan Bareng Melly Goeslaw dari Dapil Jabar I

Sampai tahun 1953, dia menjelaskan, perekonomian bertumpu pada sektor agrikultur, kehutanan, perikanan, dan kerajinan tradisional. Sementara  pada tahun 1953-1960, diprioritaskan pada industri  substitusi impor.  “Namun, kendala saat itu, daya serap pasar sangat rendah. Saat ini saja penduduk Taiwan 23 juta, saat itu hanya sekitar 10 juta,” kata Cheryl.

“Pabrik memproduksi barang, tapi jika tak terserap pasar lokal, ini jadi masalah. Lalu orientasi berubah ke ekspor barang,”kata dia.

Daftar Harga Motor Vespa per Maret 2024

Lalu, pada 1961-1980, pemerintah mulai menggenjot industri berorientasi ekspor, industri berat dan kimia.  Kemudian pada periode 1981-1990 beralih ke industri teknologi berteknologi tinggi (hi-tech) untuk pasar global. Namun, kala itu Taiwan hanya fokus ke manufaktur.

Pasca tahun 1991, Taiwan mulai mengembangkan ekspor produk berteknologi tinggi juga mengembangkan industri layanan (service industry) untuk meningkatkan nilai tambah. “Tantangan terbesar untuk saat ini adalah bagaimana agar pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan merata untuk semua orang,” kata dia.

Kendati telah maju, Cheryl mengatakan, Taiwan bukan berarti tak punya masalah sama sekali. Yang paling nyata adalah, ketimpangan struktur demografi. Lebih banyak orang tua dari pada anak muda. “Populasi kami tumbuh sangat lambat, bahkan negatif. Akibatnya, kaum muda memiliki beban berat, tanggung jawab untuk mengurus orang tua,” kata dia.

Ini juga akan berpengaruh untuk masa depan Taiwan.  “Ini isu yang serius, terkait keamanan dan stabilitas negara. Saat ini pemerintah sedang berusaha mendorong warga untuk memiliki lebih banyak anak,” kata dia. 

Tantangan lain, Taiwan juga memerlukan lebih banyak investasi dan menstabilkan relasi dengan China.

Bagaimana dengan Indonesia?

Perencanaan pembangunan ekonomi ala Taiwan mengingatkan kita pada rencana pembangunan lima tahun ala Orde Baru. Menurut peneliti ekonomi, Dhani Agung Darmawan, perencanaan pembangunan ekonomi juga dilakukan Indonesia. Ada jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

“Taiwan juga melakukan reformasi agraria, pengaturan kelahiran, seperti yang dilakukan Indonesia,” kata dia. Untuk Indonesia, tahapan pertama dimulai tahun 1969, Pelita I. "Jika Taiwan dalam tahap tinggal landas pada 1991, kita baru tahun 1994-1999 atau Pelita VI. Namun, krisis ekonomi di Indonesia membuat program ini tidak berjalan,” kata dia.

Lalu, mengapa Taiwan bisa maju sementara Indonesia belum?

Ada beberapa faktor yang membedakan. “Kondisi sosial ekonomi yang berbeda, juga geografis. Indonesia memiliki belasan ribu pulau dengan penduduk besar, 203 juta, sementara Taiwan hanya 23. Angka pengangguran dan inflasi di Indonesia lebih tinggi, sementara ekspor rendah,” kata dia. Juga perbedaan kualitas sumber daya manusia.

Dan yang tak kalah penting, “di Taiwan setiap kali pemerintahan berganti, visi dan misi sama, program terus berlanjut, ini yang berbeda dengan Indonesia.”

Dhani menambahkan, di Taiwan juga terjadi harmonisasi antara program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.”Sementara di Indonesia, masih menghadapi persoalan korupsi, inefisiens anggaran, juga masalah regional,” kata dia.

Otonomi daerah, di mana kekuasaan yang tadinya sentralistis didesentralisasikan justru di sisi lain menimbulkan efek samping negatif, program holistik dan kontinyu tak terjadi, masing-masing daerah hanya mengedepankan kepentingannya. “Atau dalam bahasa orang politik, kita tidak punya identitas kebangsaan yang kuat dan tak memiliki misi besar yang jelas.”  (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya