Pekan Ini, 3 Kali Intelijen AS Dipermalukan

VIVAnews - Selama sepekan ini, sudah tiga insiden yang membuat intelijen Amerika Serikat harus memperbaiki kinerjanya. Salah satu insiden terjadi di Indonesia, menjelang pergantian tahun dari 2009 ke 2010.

Insiden pertama adalah, keberhasilan Farouk Abdul Mutallab membawa masuk bahan bom dalam pesawat Northwest Airlines rute Amsterdam menuju Detroit, Amerika Serikat, pada Minggu 27 Desember 2009. Syukurlah, Mutallab berhasil diringkus sebelum berhasil meledakkan bom yang berusaha diracik di toilet pesawat itu.

Stasiun televisi CNN dan kantor berita Associated Press mengungkapkan bahwa penumpang asal Nigeria itu tampak mengurung diri di dalam sebuah toilet pesawat dan waktunya relatif lebih lama ketimbang para penumpang lain. Ini membuat awak pesawat menghubungi otoritas di bandara untuk mengerahkan petugas keamanan begitu pesawat mendarat.

Namun tak urung, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memerintahkan organisasi intelijen AS memeriksa kembali prosedur pemeriksaan keselamatan di udara. Obama tak main-main, karena dua hari sebelumnya, juga ada seorang penumpang yang hendak melakukan hal serupa Mutallab.

Insiden kedua adalah, pengeboman markas lapangan Central Intelligence Agency di Khost, Afghanistan, pada Rabu 30 Desember 2009. Memalukan karena pengebom bunuh diri ini diduga melenggang masuk markas lapangan Central Intelligence Agency (CIA) di Khost, Afghanistan, tanpa pemindaian keamanan.

Akibat pengeboman pada Rabu 30 Desember 2009 ini, tujuh orang yang diduga agen CIA meninggal dunia, termasuk kepala tim yang diidentifikasi sebagai ibu tiga anak. Enam personel badan terluka dalam apa yang dianggap sebagai serangan paling mematikan untuk CIA sejak perang di Afghanistan dimulai pada tahun 2001 itu.

Dua mantan pejabat Amerika membeberkan fakta memalukan kepada Associated Press, bahwa pengebom itu sebenarnya diundang masuk oleh CIA tanpa dipindai. Salah satu pejabat itu, mantan petinggi CIA, menyatakan pria pengebom itu dianggap sebagai informan dan untuk pertama kalinya dia diajak masuk ke dalam markas rahasia itu.

Pria tersebut kemungkinan tidak dipindai untuk mendapatkan kepercayaannya. Seorang mantan pejabat CIA lain menyebut, memang biasanya pengamanan agak dikendorkan untuk seorang calon informan potensial. "Ketika Anda mencoba mendapatkan sebuah laporan dan meminta mereka merisikokan hidupnya untuk Anda, yang harus Anda lakukan adalah membangun kepercayaannya."

Namun pejabat resmi CIA membantah pernyataan itu. Juru bicara CIA, George Little, menyatakan terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang sesuatu yang terjadi baru kemarin.  “Saat ini CIA tengah mengumpulkan bukti-bukti yang rinci tentang terkait terjadinya peristiwa tersebut,” kata dia.

Insiden memalukan ketiga terjadi di Indonesia. Pada 31 Desember 2009, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta memperingatkan adanya kemungkinan serangan teror di Pulau Bali, pada malam pergantian tahun 2010.

Peringatan Kedubes AS itu dikirimkan melalui warga AS di Indonesia melalui surat elektronik, Kamis 31 Desember 2009, dengan mengutip ucapan Gubernur Bali, Mangku Pastika yang mengatakan bahwa ada indikasi terjadi serangan di Bali malam ini. Dalam pernyataan di laman kedubes AS dituliskan bahwa Badan Pariwisata Bali sudah mendistribusikan secara luas peringatan akan serangan itu.

"Gubernur Bali, Mangku Pastika, ingin berbagi pesan ini dengan kita semua: Ada indikasi terjadi serangan di Bali malam ini," tulis pernyataan tersebut. "Sasaran kelompok ekstrimis kemungkinan adalah, kantor pemerintah dan juga tempat umum, termasuk hotel, klub, dan pusat perbelanjaan," lanjut pernyataan tersebut.

Namun pemerintah Bali sendiri membantah mengeluarkan pernyataan seperti dirilis Kedutaan Amerika ini. Bahkan kepolisian dan dua Juru Bicara Presiden juga menyatakan tak mendengar informasi mengkhawatirkan ini.

Sementara Kepala Kepolisian Daerah Bali, Inspektur Jenderal Sutisna, mengakui juga mendengarkan peringatan Kedutaan Amerika itu. "Memang saya sudah dengar kabar seperti ini," ujar Sutisna saat dihubungi VIVAnews, Kamis 31 Desember 2009. "Intelijen beserta Densus tetap terus di lapangan, tetapi belum menemukan indikasi."

Kepolisian, kata Sutisna, terus meningkatkan kewaspadaan. "Saya sudah perintahkan jajaran untuk tetap waspada. Peringatan ini ditanggapi secara positif saja, supaya masyarakat jangan sampai lengah," ujarnya.

Dan meski mendebarkan sebagian turis yang menerima informasi ini, perayaan tahun baru tetap berlangsung meriah di Pulau Bali. Dan satu lagi, berlangsung aman.

Momen Presiden Joko Widodo jadi Saksi Nikah Anak Wamenaker Afriansyah Noor
Pemerintah Republik Oriental Uruguay menjajaki kerja sama Jaminan Produk Halal (JPH) dengan Pemerintah Republik Indonesia.

Uruguay dan Indonesia Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal

Pemerintah Republik Oriental Uruguay menjajaki kerja sama Jaminan Produk Halal (JPH) dengan Pemerintah Republik Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024